“Kasus PT JIL bukan sekadar pelanggaran tata ruang. Ia membuka jendela lebar terhadap bagaimana sistem pengawasan daerah bekerja atau tidak bekerja saat berhadapan dengan kepentingan besar. Apakah lembaga pengawas akan menegakkan aturan, atau justru ikut hanyut dalam arus kepentingan?”
Laporan Khusus LOCUSONLINE | Garut
Di tengah derap pembangunan di Kabupaten Garut, sebuah proyek besar milik PT Jakarta Inti Land (PT JIL) menuai sorotan tajam. Perusahaan ini diduga kuat melakukan pelanggaran hukum, mulai dari pelanggaran garis sempadan sungai hingga penggunaan genset berkapasitas besar tanpa izin. Namun, yang lebih mengejutkan bukan hanya pelanggarannya melainkan sikap diam dan lambannya respon lembaga pengawas daerah.
Awal Mula: Pelanggaran yang Terlihat, Tapi Tak Tersentuh
Dugaan pelanggaran mencuat setelah sejumlah aktivis dan masyarakat menemukan indikasi bahwa PT JIL telah mengaspal halaman depan gedung supermarket yang masuk dalam kawasan sempadan sungai. Selain itu, penggunaan genset berkapasitas di atas 500 kVA diduga belum mengantongi izin resmi.
Temuan tersebut telah disampaikan dalam audiensi antara Gerbang Literasi Masyarakat Perjuangkan Keadilan (GLMPK) dengan Sekretaris Daerah Kabupaten Garut, H. Nurdin Yana, M.H., yang saat itu berjanji akan berkoordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk Cisanggarung. Namun, hingga kini tak ada kepastian apakah surat resmi dari Pemkab Garut benar-benar dikirim.
“Pertanyaannya, apakah Pemkab benar-benar sudah bersurat atau hanya omong kosong?” kata Sekretaris GLMPK, Ridwan Kurniawan, S.H., kepada wartawan, Minggu (5/10/2025).
Surat-Surat yang Terlunta di Laci DPRD
GLMPK mengaku telah mengirim surat resmi kepada Ketua DPRD Kabupaten Garut sejak 27 Agustus 2025 untuk meminta jadwal audiensi dan pelaksanaan eksekusi. Surat tersebut disusul beberapa kali, terakhir pada 25 September 2025 melalui surat Nomor 062/9/GLMPK/2025.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”