ArtikelLingkungan HidupNewsOpini

Banjir, Longsor, dan Jejak SK 1,6 Juta Hektare: Ketika Hutan Sumatra Disulap Jadi “Lahan Tata Ruang” Ala Zaman Zulhas

asepahmad
×

Banjir, Longsor, dan Jejak SK 1,6 Juta Hektare: Ketika Hutan Sumatra Disulap Jadi “Lahan Tata Ruang” Ala Zaman Zulhas

Sebarkan artikel ini
Eks Sekjen Kemenhut
Mantan Sekretaris Jenderal Kemenhut era Zulhas, Hadi Daryanto (Istimewa)
  • Pemukiman penduduk
  • Fasilitas umum
  • Lahan garapan rakyat

Di atas kertas, itu tampak mulia.
Di peta satelit: kebun monokultur hingga horizon.

SK 1,6 Juta Hektare: Versi Resmi vs Versi Realita

Versi PemerintahVersi Lapangan
Tata ruang provinsiTata ruang oligarki perkebunan
Infrastruktur publikJalan hauling & jalur CPO
Lahan garapan rakyatHGU raksasa & kemitraan pura-pura
Kepastian legal bagi wargaLegalitas emas bagi ekspansi

Meski Hadi menegaskan pelepasan bukan untuk “perut korporasi”, aroma CPO di udara Sumatera sulit dibantah. Dalam hitungan tahun pasca SK, grafik luas sawit justru menanjak lebih cepat dari grafik debit banjir.

tempat.co

Hadi bahkan mengulang narasi klasik, jika SK tak diterbitkan, warga dianggap penduduk ilegal dalam kawasan hutan.

Pertanyaannya:

  • Mengapa warga baru dianggap ilegal setelah perusahaan masuk?
  • Mengapa hutan “menjadi non hutan” justru ketika investasi sawit mencapai puncak?
  • Mengapa deforestasi dan pelepasan lahan selalu berjodoh rapih?

Revisi tata ruang di atas kertas mungkin menyelamatkan status penduduk.
Tapi di lapangan, ia melegitimasi penghapusan vegetasi, gambut, dan bentang alam yang selama ini meredam banjir.

Kini, ketika banjir bandang menerjang Sumatera, SK era Zulhas kembali jadi batu nisan di meja publik. Tuduhan mengalir: “Inilah buah kebijakan pro korporasi.”

Jawaban birokrasi tetap steril:

  • “Bukan untuk sawit.”
  • “Ini untuk infrastruktur.”
  • “Ini demi masyarakat.”

Ironi pahitnya masyarakat yang dimaksud kini justru mendirikan posko pengungsian di sisa batang-batang kayu.

Tidak ada yang mengaku sebagai dalang deforestasi. Semua pihak menunjuk “tata ruang”, bukan “tebang ruang”.

Dokumen memang tidak mencantumkan kata sawit tapi hutan yang hilang lebih jujur bicara daripada konferensi pers.

1,6 juta hektare itu mungkin ditetapkan “bukan kawasan hutan” menurut hukum.
Namun menurut alam, tanah tetap ingat siapa yang menebang, siapa yang menanam, dan siapa yang mengantongi untung dan banjir hari ini menagih jawabannya.*****

Tinggalkan Balasan

banner-amdk-tirta-intan_3_1
previous arrow
next arrow