Meski benar bahwa aturan batas waktu penyidikan tidak lagi eksplisit setelah Perkap No. 6/2019 dicabut, pelapor mengingatkan bahwa spirit asas kepastian hukum tetap berlaku sebagaimana Pasal 24 ayat (1) KUHAP. Artinya, penyidikan tanpa batas bukan berarti penyidikan tanpa keharusan bergerak.
Ia memastikan akan menempuh praperadilan dalam waktu dekat sebagai bentuk protes atas stagnasi proses hukum. Menurutnya, kelambatan ini bukan sekadar gangguan administrasi, tetapi potensi domino effect kerusakan tata ruang, akuntabilitas hukum melemah, hingga preseden bahwa sawah bisa berubah jadi pabrik tanpa konsekuensi.
Dalam konteks tata ruang dan perlindungan pangan nasional, kasus ini bukan sekadar persoalan blok bangunan. Ketika sawah dilucuti statusnya dan aparat hukum diam, maka konsep ketahanan pangan tinggal jargon seminar.
Saat laporan ini disusun, Polres Garut masih belum memberikan keterangan resmi. Upaya konfirmasi kepada Kasat Reskrim terus dilakukan.
Sementara bangunan pabrik berdiri gagah, lahan pertanian hilang tanpa jejak, dan hukum masih mondar-mandir mencari titik keberaniannya.
Jika penyidikan terus tanpa kepastian, siapa sesungguhnya yang dilindungi lahan negara atau kepentingan yang membabatnya?*****

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”









