LOCUSONLINE, MAKASSAR – Kuliah umum Menteri Pertahanan Jenderal (Purn) Syafrie Sjamsoeddin di Universitas Hasanuddin, Selasa, berubah jadi siaran pengumuman darurat: ancaman di mana-mana, musuh dalam selimut, dan mahasiswa diminta kuat mental kalau tiba-tiba selimutnya bergerak sendiri.
Syafrie membuka mimbar dengan nada tegas nyaris seperti briefing sebelum perang bahwa generasi muda tak boleh membiarkan ancaman “berkembang tanpa respons”. Kalimat yang mengalir seperti alarm dini bencana, tetapi disampaikan di kampus yang biasanya lebih sibuk memikirkan skripsi dan kuota Wi-Fi ketimbang strategi pertahanan.
“Kemampuan bertahan itu wajib. Situasi global menuntut kalian siap kapan pun. Musuh dalam selimut itu nyata,” ujarnya, membuat sebagian mahasiswa spontan melirik selimut kos masing-masing dalam imajinasi.
Baca Juga : Mafia Nikah Siluman Cianjur Mengincar Gadis di Bawah Umur
Di hadapan ribuan peserta, Syafrie menegaskan kampus bukan sekadar tempat menghafal teori, tetapi benteng ketahanan nasional. Unhas, katanya, adalah simbol persatuan Indonesia Timur meskipun persatuan itu tiap tahun diuji lewat rebutan kursi parkir dan antrean registrasi KRS.
Menhan juga membilas memori publik dengan pujian: Unhas adalah kampus pejuang, penghasil pemimpin berkredibilitas tinggi. Karakter disiplin dan anti-anarkisme harus dijaga. Sebuah pesan yang terdengar ironis mengingat demonstrasi mahasiswa justru sering jadi barometer kesehatan demokrasi.
Syafrie mengapresiasi aktivitas kemanusiaan Unhas di berbagai bencana. Ia menyebut pengiriman relawan sebagai bukti kampus bukan sekadar ruang akademis, tetapi juga arena turun tangan langsung. Dalam konteks negeri yang sibuk merayakan pembangunan, relawan kampus ini barangkali satu-satunya tim yang bekerja tanpa konferensi pers.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”









