“Bahasa yang baik dan benar mencerminkan tata kelola yang rapi,” ujarnya, seolah ingin mengatakan bahwa kalimat berantakan sering kali sejalan dengan kebijakan yang tak kalah kusut.
Nurdin mengklaim pihaknya terus menekankan konsistensi penggunaan Bahasa Indonesia di seluruh perangkat daerah, termasuk melalui pembinaan dan evaluasi rutin. Targetnya jelas Garut ingin jadi daerah percontohan pemartabatan bahasa di tingkat regional.
“Bahasa negara harus menjadi budaya birokrasi, bukan sekadar formalitas,” katanya.
Pernyataan itu terasa seperti sindiran halus bagi praktik komunikasi publik yang gemar mencampur bahasa resmi dengan istilah serba asing kadang tanpa kejelasan makna.
Anugerah Bahasa dan Sastra Kawistra 2025 sendiri digelar Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat sebagai bentuk apresiasi kepada lembaga, instansi, dan individu yang dinilai berjasa dalam pengembangan Bahasa Indonesia dan sastra daerah.
Penghargaan yang diterima Sekda Garut ini sekaligus menegaskan posisi Pemkab Garut sebagai daerah yang setidaknya menurut penilaian juri masih percaya bahwa bahasa yang rapi adalah fondasi negara yang beradab.
Di tengah hiruk-pikuk birokrasi, satu hal kini resmi tercatat di Garut, tanda baca, ejaan, dan pilihan kata tak lagi dianggap remeh karena ternyata bisa juga mendatangkan piagam.*****

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”










