LOCUSONLINE, GARUT – Pilkades Serentak 2026 belum di depan mata, tapi baliho sudah mulai latihan berdiri. Spanduk senyum calon mulai tebar pesona, dari janji jalan mulus sampai WiFi masuk sawah. Sayangnya, di balik semua itu ada satu musuh yang sering bikin niat mulia kandas di meja panitia. administrasi.
Sejak UU Nomor 3 Tahun 2024 resmi mengubah aturan main, Pilkades bukan lagi sekadar soal siapa paling dikenal atau paling rajin kondangan. Ini era baru masa jabatan 8 tahun, tapi maksimal dua periode seumur hidup. Artinya jelas ini bukan karier sampingan, ini kontrak jangka panjang. Salah hitung, tamat.
Bagi para mantan kepala desa yang sudah dua kali menjabat, mohon legawa. UU ini tidak mengenal nostalgia. Dua periode ya dua periode. Tidak ada “sekali lagi demi rakyat”.
Jabatan Makin Lama, Syarat Tetap Tegas
UU Desa hasil revisi ini memperpanjang masa jabatan, tapi tidak melonggarkan syarat. Negara tampaknya ingin bilang: silakan berkuasa lebih lama, asal bersih, sehat, dan tidak punya rekam jejak kriminal berat.
Usia minimal tetap 25 tahun. Pendidikan minimal tetap SMP iya, betul, bukan SMA apalagi sarjana. Isu “wajib gelar” itu cuma gosip warung kopi. Tapi jangan senang dulu: meski ijazah SMP cukup, berkasnya harus lengkap dari SD sampai terakhir. Hilang satu, siap-siap bolak-balik Disdik.
Belum lagi syarat bebas narkoba, sehat jasmani-rohani, SKCK, surat pengadilan, dan sederet pernyataan bermaterai. Ini Pilkades, bukan daftar hadir arisan.
Administrasi: Lawan yang Tak Pernah Masuk Baliho
Panitia Pilkades biasanya memberi waktu pendaftaran singkat, tapi berkas yang diminta panjang. Fotokopi KTP dan KK harus legalisir Disdukcapil. Ijazah harus sah. Surat keterangan harus dari instansi resmi, bukan “kenalan orang dalam”.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”









