[Locusonline.co, Cirebon] – Perubahan iklim dan kepadatan penduduk memperparah ancaman banjir di daerah Jawa Barat, termasuk Kabupaten Cirebon. Namun, ada faktor lain yang tak kalah penting: kondisi lingkungan.
Lembaga Penelitian Lingkungan Hidup menilai banjir yang terjadi di delapan kecamatan pada Selasa (23/12/2025), akibat limpasan beberapa sungai yang tidak mampu menampung debit air, harus dilihat dari kerusakan lingkungan di sekitarnya. “Banjir adalah bencana yang terjadi karena campur tangan manusia pada alam,” kata Direktur Lembaga Penelitian Lingkungan Hidup, Fitria Ramadani, dalam wawancara eksklusif.
Menurut data yang ia lampirkan, sebanyak 40% wilayah Kabupaten Cirebon telah mengalami penurunan kualitas lingkungan yang signifikan dalam 10 tahun terakhir. Hulu sungai di Cirebon sudah sangat kritis akibat alih fungsi lahan. Selain itu, tutupan hutan yang menyusut drastis mengurangi daya serap air tanah. “Air hujan langsung menjadi limpasan permukaan, bukan lagi diserap,” ujar Fitria.
Penyempitan Sungai dan Peningkatan Risiko
Saat banjir melanda, Wakil Bupati Cirebon Agus Kurniawan Budiman turun langsung memantau kondisi. Di beberapa titik, ia menemukan penyempitan badan sungai akibat sedimentasi dan perubahan alur. “Saya langsung berkoordinasi dengan BBWS dan melakukan monitoring di beberapa sungai yang berpotensi menyebabkan banjir,” kata Agus.
Namun, menurut peneliti lingkungan, sedimentasi hanya satu bagian dari masalah. Penelitian mereka menunjukkan bahwa pembangunan di bantaran sungai dan pembuangan sampah ke aliran air berkontribusi besar pada penyempatan dan penyumbatan. Akibatnya, kapasitas tampung sungai menurun drastis.
Langkah Penanggulangan dan Kebutuhan Mitigasi Jangka Panjang
Pemkab Cirebon, bersama BBWS, telah bergerak cepat menangani keadaan darurat. Tim Dinas Sosial diterjunkan untuk membantu warga terdampak di 17 desa dan kelurahan. Langkah ini penting, namun tidak cukup untuk mencegah banjir di masa depan.
“Kami akan melakukan langkah secepatnya karena ini merupakan kejadian pertama banjir di Kecamatan Sumber,” janji Wakil Bupati Agus. Namun, para ahli mendesak agar langkah tersebut tidak hanya berupa normalisasi sungai, tetapi juga restorasi ekosistem.
Solusi Berdasarkan Lokasi dan Karakteristik
Berdasarkan analisis kerentanan, pendekatan penanganan banjir di Cirebon perlu disesuaikan. Sebagai contoh, Kecamatan Sumber yang dilanda banjir untuk pertama kalinya memerlukan pemetaan ulang daerah aliran sungai. Di sisi lain, Kecamatan Talun yang kerap dilanda perlu fokus pada sistem peringatan dini yang lebih efektif.Kecamatan Terdampak Karakteristik Permasalahan Rekomendasi Penanganan Prioritas Sumber Penyempitan & sedimentasi sungai; infrastruktur jebol (pagar sekolah) Normalisasi sungai, revitalisasi bantaran, audit infrastruktur drainase. Talun Luapan jalan utama; kemacetan & kendaraan mogok massal Sistem polder/kolam retensi, penataan drainase perkotaan, larangan parkir di saluran air. Plumbon, Weru, dll. Genangan permukiman; gangguan aktivitas warga Peningkatan kapasitas pompa, pembuatan biopori, sosialisasi tanggap darurat.
Antara Tanggap Darurat dan Perubahan Paradigma
Banjir di delapan kecamatan Cirebon hari ini adalah alarm keras. Meskipun respon cepat pemerintah daerah dan koordinasi dengan BBWS patut diapresiasi, pola pikir penanggulangan perlu berubah.
Pertama-tama, pendekatan infrastruktur keras seperti normalisasi sungai harus diimbangi dengan solusi berbasis alam. Selanjutnya, penegakan hukum terkait tata ruang dan perlindungan bantaran sungai tidak boleh kendur. Pada akhirnya, upaya kolektif dari pemerintah, peneliti, dan masyarakat diperlukan untuk mengubah Cirebon dari wilayah rentan banjir menjadi kota yang tangguh menghadapi cuaca ekstrem. Dengan demikian, kejadian serupa di masa depan dapat benar-benar diantisipasi, bukan hanya ditangani. (**)













